Sudahkah Kita Mempersiapkan Kematian dan Hari Akhir?



METODOLOGI DAKWAH
ARTIKEL TENTANG DAKWAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri
Mata Kuliah : Metodologi Dakwah
Dosen : Aan Mohamad Burhanudin, MA

Disusun oleh :
Putri Dissa Naddya
(1415302062)

Fakultas Ushuludin Adab Dan Dakwah
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam /2

Sub-Sub Judul:

Kematian
Tahapan-tahapan kematian
Keadaan Roh Mukmin dan Kafir
Mengapa kematian Menakutkan?
Setiap yang hidup pasti mati
 Kisah-Kisah Kematian
Hari Pembalasan
Qiyamah (Hari Kiamat)




Hidup Ini Hanyalah Senda Gurau Belaka
Sudahkah Kita Mempersiapkan Kematian dan Hari Akhir?

Setiap manusia pasti menemui yang namanya kematian. Kematian adalah hal yang mutlak, tidak dapat dihindari oleh siapapun. Dan setiap orang tidak akan tahu kapan mereka akan menemui ajal itu. Hanya Allah SWT yang tahu kapan dan dimana manusia akan kembali kepada-Nya.
Tujuan hidup manusia ini sesungguhnya hanyalah sementara. Mereka bersenang-senang dengan kehidupan dunia seolah-olah tidak peduli dengan kehidupan sesudah kematian. Manusia telah sibuk dengan urusan-urusan duniawinya tanpa sedikitpun memikirkan akhirat. Sesungguhnya, hidup yang kekal itu adalah kehidupan sesudah kita semua menjemput ajal yaitu menemui sang khalik. Seperti firman Allah SWT:
Demi Masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian” (Q.S Al-‘Asr: 1-2)
Namun, Allah SWT juga menciptakan manusia bukanlah hal yang sia-sia belaka. Hal-hal kecil pun yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Allah SWT mengabarkan bahwa manusia tidak diciptakan dengan sia-sia,
“Maka, apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara sia-sia (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S Al-Mu’minuun: 115)
Dan, mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita kami. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (syurga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.” (Q.S Fathir: 34-35).
            Ayat ini memperlihatkan bahwa manusia bukan hanya memiliki jalan dan kemampuan untuk bertahan dalam perjuangannya di muka bumi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berjuang dalam rangka perjalanan menuju hari akhirat. Bila manusia menyadari bahwa dia akan diberi imbalan kesenangan dan persahabatan dengan Tuhan, Penciptanya, dia akan merasa mendapatkan intensif atau rangsangan untuk memacu kemajuan kehidupan di dunia dan akherat tanpa ragu-ragu, malu-malu, atau segan-segan. (H. Ali Akbar, 1989: 229)
Allah lah yang menjadikan mati dan hidup. Menciptakan segala sesuatu di alam semesta untuk tujuan tertentu dan telah menjelaskan tujuan penciptaan manusia: “…supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan, Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S Al-Mulk: 2).
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam ayat ini, dunia ini tempat pengujian dan bersifat sementara. Ada akhir riwayat manusia di samping akhir riwayat dunia, yang waktunya ditakdirkan oleh Allah. Manusia berkewajiban menjalani kehidupan singkat yang dianugerahkan kepada mereka menurut aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah dan dipaparkan kepada mereka dalam Al-Qur’an. Di hari akhir, mereka pasti diberi balasan atas segala perbuatannya di dunia ini.

Kematian

            Secara hakikat, kematian adalah akhir kehidupan dunia dan awal kehidupan akhirat. Namun, kematian bukanlah ketiadaan, kebinasaan, dan bukan pula akhir dari hidup manusia. Kematian hanya sebuah peristiwa terputusnya hubungan roh dengan badan, atau semacam keterpisahan dan keterhalangan di antara keduanya. Kematian adalah suatu perubahan keadaan, dan perpindahan dari alam yang satu ke alam lainnya.
Sebagian Gambaran Sekarat

Allah SWT berfirman:
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah mendesak sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (kepadanya): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’ dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau”. (Q.S Al-Qiyamah: 26-30)

Ini adalah pemberitaan dari Allah SWT tentang keadaan sekarat dan kedahsyatannya. Ketika Dia mengabarkan bahwa ruh akan dikeluarkan dari jasad hingga bila sampai di tenggorokan, diharapkan ada dokter yang dapat mengobati namun…” dikatakan (kepadanya):
“Siapakah yang dapat menyembuhkan?” Kemudian… “bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)”, yakni keduanya bergesekan dengan sangat keras kecuali yang dirahmati Allah SWT, lalu menjadi mati tak bergerak, selanjutnya manusia akan mengurusi jasad yang telah membujur kaku itu dan malaikat pun akan mengurusi ruhnya. (Khalid bin Abdirrahman Asy Syayi’, 2008: 12)
Tahapan-tahapan kematian:

-          Pertanyaan Kubur
Pertanyaan kubur merupakan peristiwa yang akan dialami oleh setiap orang yang meninggal dunia. Pertanyaan kubur terjadi sesaat setelah jasad dikuburkan dan para pengantar jenazah, termasuk keluarganya, pulang ke rumah masing-masing.

-          Impitan Kubur
Setelah jenazah diletakkan di dalam kunur, maka kubur akan mengimpit dan menjepit jenazah. Tidak seorang pun, baik mukmin maupun kafir, besar maupun kecil, saleh maupun jahat, dapat menyelamatkan diri dari impitan kubur. Beberapa hadits menerangkan bahwa kubur mengimpit Sa’ad ibn Mu’adz yang kematiannya membuat ‘Arsy bergerak, pintu-pintu langit terbuka, serta malaikat sebanyak tujuh puluh ribu menyaksikannya.

-          Siksa Kubur
Banyak orang yang meragukan akan adanya azab kubur. Siapa saja yang meragukan keberadaannya, maka sama saja tidak mengakui pernyataan Nabi SAW yang mengatakan: “Sesungguhnya azab kubur itu benar adanya.” (HR. Bukhari)

Keadaan Roh Mukmin dan Kafir

1.      Roh Orang Mukmin yang Saleh
Roh Mukmin yang saleh seperti burung yang bergelantungan di pohon surga, sampai dikembalikan oleh Allah ke jasadnya masing-masing pada hari kiamat. Ada perbedaan antara roh para syuhada dengan roh kaum mukmin. Roh para syuhada yang berada di sangkar burung hijau dan dapat lepas dan bebas berjalan kesana kemari di taman surga dan dapat kembali lagi ke lampu pelita yang tergantung di ‘Arsy. Sementara roh kaum mukmin tidak dapat berjalan kesana kesini di surga, meski juga berada di sangkar burung.

2.      Roh Orang Mukmin Ahli Maksiat
Orang mukmin yang gemar melakukan maksiat akan mendapatkan azab setimpal. Mereka yang gemar berbohong akan diazab dengan besi berujung bengkok, yang dimasukkan ke mulut sampai tengkuk mereka. Orang yang meninggalkan shalat wajib karena tidur, kepalanya akan ditimpa batu sampai hancur. Para pezina laki-laki dan perempuan akan disiksa di sebuah lubang seperti tungku tembikar untuk membakar roti, yang bagian atasnya sempit tapi bawahnya luas, dan api menyala-nyala dibawahnya. Orang yang suka memakan riba akan disiksa dengan dipaksa berenang di lautan darah, dan di tepi lautan darah itu ada orang yang melemparinya dengan batu. Siksaan ini juga akan dialami oleh orang yang suka mengadu domba, gemar menyembunyikan harta ganimah, dan semacamnya.

3.      Roh Orang Kafir
Abu Hurairah RA menyampaikan riwayat yang mengisahkan keadaan roh orang kafir, dan sakaratul maut yang dialaminya. Dikatakannya bahwa roh yang keluar dari jasad orang kafir berbau busuk, sampai para malaikat yang membawanya ke pintu bumi berteriak, “Alangkah busuknya roh ini.” Kemudian para malaikat membawanya untuk dikumpulkan dengan roh-roh orang kafir lainnya. (S. Royani Marhan, 2012:  5 & 15)

Kematian, Kenapa Menakutkan? Pelajaran dari Nabi Ibrahim
Seorang arif berpetuah, “Biarkanlah orang tertawa ketika engkau keluar dari rahim ibumu dan memulai kehidupan ini dengan jeritan tangis. Tetapi buatlah mereka menangis sedankan engkau tertawa ketika engkau mengakhiri hidupmu di dunia ini, tatkala ajal menjemputmu.” Mengapa dan bagaimana mengakhiri hidup dengan suka cita? Karena kematian bukanlah akhir dari kehidupan, melainkan garis transisi, maka bagi mereka yang ketika hidupnya telah banyak berbuat kebaikan, kematian adalah pintu gerbang untuk memasuki kehidupan baru yang lebih indah, sebuah kebahagiaan yang sejati. Ibarat anak sekolah, lewat kematian, sesungguhnya arwah dari orang-orang yang hidupnya penuh kesalehan akan dinaikkan kelasnya.
Semua fase-fase kehidupan adalah merupakan rangkaian scenario Tuhan agar hamba-hamba-Nya bisa mengenyam makna kebebasan dan perjuangan yang dari sana seseorang akan mengenyam makna kebahagiaan sejati. Tuhan selalu berjanji untuk melipatgandakan imbalan bagi mereka yang berbuat baik, sedangkan jika seorang hamba berbuat dosa, maka siksanya hanya sebesar yang dilakukannya. Tidak ada misteri yang selalu mengguncang akal dan batin manusia kecuali misteri kematian.
Mengapa menakutkan?
Tanpa kita sadari, keyakinan bahwa setiap saat kita bisa dijemput kematian memiliki pengaruh yang amat besar bagi kehidupan seseorang. Begitu pun keyakinan adanya kelanjutan hidup setelah kematian. Dengan harapan untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak, maka raja-raja mesir kuno membangun pyramid dengan pucuknya runcing dan menjulang ke langit agar memudahkan perjalanan arwahnya menuju surga.
Mengapa kematian begitu menakutkan sedangkan dunia sangat sayang untuk ditinggalkan? Terdapat beberapa kemungkinan jawaban muncul. Antara lain ialah, bagi sebagian orang yang merasa dimanjakan oleh kenikmatan yang telah dipeluknya selama ini. Dengan demikian memasuki hari tua berarti memasuki fase penyesalan sedangkan kematian adalah puncak kekalahan dan penderitaan. Jawaban lain, kematian ditakuti karena tidak tahu apa yang akan terjadi setelah mati. Kalau saja seseorang bisa menghilangkan benih iman dan argument filosofi akan adanya keabadian jiwa, sangat bisa jadi orang tak akan takut mati. Bukankah setelah kematian tidak ada kehidupan lagi? Tetapi persoalannya, manusia sulit untuk mengingkari kebenaran ajaran agama, rasa keadilan moral dan argument filosofis bahwa keabadian jiwa dan hari perhitungan itu pasti terjadi. Alangkah absurd dan nistanya pengorbanan para pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan kalau saja setelah mati tidak ada perhitungan lanjut. Lalu apa bedanya antara pejuang dan pecundang jika setelah itu tidak akan ada lagi mahkamah pengadilan yang benar-benar adil? Jawaban lainnya lagi adalah, orang takut mati karena seseorang merasa banyak dosanya, lebih banyak amal kejahatannya ketimbang kebaikannya, sehingga takut akan imbalan siksa yang hendak diterimanya kelak.

Dunia sebagai Rahmat

Bagi mereka yang hati, fikiran, dan perilakunya selalu merasa terikat dan memperoleh bimbingan Tuhan, kematian samasekali tidak menakutkan karena dengan berakhirnya episode kehidupan duniawi berarti seseorang setapak menjadi lebih dekat pada Tuhan yang selalu dicintai dan dirindukan. Dunia adalah amanat dan rahmat Ilahi. Karena itu, melupakan bahwa dunia ini adalah amanat dan rahmat Tuhan akan membuat seseorang berpandangan nihilistic dan pesimis serta negatif terhadap hidup dan kehidupan.
Siapkah kita jika maut sewaktu-waktu menghampiri dan menjemput kita? Siap tidak siap, suka tidak suka, tegas Al-Qur’an, bayangan itu pasti terjadi dan seseorang tidak mampu mengelak sekalipun berlindung di balik tembok yang kokoh.
Drama perintah Tuhan pada Ibrahim untuk menyembelih Ismail (versi Iman Kristen adalah Ishaq), sesungguhnya mengungkapkan pesan yang amat dalam bahwa manusia boleh saja mencintai dunia (disimbolkan pada anak), tetapi jangan sampai cinta di dunia itu memalingkan seseorang dari cintanya pada Tuhan, pemilik semesta alam. Jika memang Allah menghendaki, anak yang menjadi pujaan hati itu oleh Ibrahim siap untuk disembelih. Terbukti bahwa cinta Ibrahim pada Tuhan melebihi cintanya pada kenikmatan duniawi, dan ternyata dalam dada Ibrahim tak ada yang dipertaruhkan kecuali Allah, maka Allah akhirnya memberikan pada Ibrahim kenikmatan yang berlipat ganda. Ismail bukannya disembelih, melainkan digantikan dengan kambing dan dari keturunan Ishaq dan Ismail itu lahir sekian banyak pemimpin dunia pengubah sejarah, termasuk Nabi Musa, Nabi Isa, dan Muhammad Rasulullah. (Komaruddin Hidayat, 2006: 115)
Janganlah kita takut pada kematian. Takutlah jika kita nanti menjemput ajal, kita belum sempat bertaubat dengan sungguh-sungguh pada Allah. Takutlah jika kalian mati namun berstatus bukan beragama Islam. Seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
Katakanlah: ‘Sesungguhnya kematian yang kamu larikan dirimu daripadanya itu tetap akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Tuhan yang mengetahui segala yang tersembunyi dan segala yang nyata, maka Dia akan memberitahu kamu apa yang pernah kamu lakukan’.” (Q.S Al-Jumu’ah: 8)
            Terkadang kita dapat mendorong manusia agar mengerjakan bermacam-macam kebaikan dan meninggalkan berbagai kejahatan, dengan menyebut berbagai peristiwa kematian lalu menuju akhirat seperti azab neraka yang dahsyat dan kehinaan yang tiada tara.
            Karena itu, bagaimana mungkin kamu memelihara dirimu, jika kamu masih membangkang sampai pada hari di mana anak-anak jadi beruban? Langit pun menjadi berhancuran karenanya, janji Allah itu pasti terlaksana.” (Q.S Al-Muzammil: 17-18) (M. Munir, S. AG., MA, 2009: 268)

Kematian yang Baik dan Buruk

Kita semua tidak bisa memprediksi kapan kita akan meninggal. Dan dalam keadaan apakah nanti kita akan menuju sang Khalik? Keadaan tidurkah, keadaan di perjalanankah, atau keadaan sedang berbuat maksiatkah? Setiap makhluk hidup pasti berbeda-beda caranya ketika menjemput ajal. Ada yang Su’ul Khatimah dan ada yang Khusnul Khatimah. Apakah Su’ul dan Khusnul Khatimah itu?

1.      Su’ul Khatimah
Su’ul Khatimah atau jeleknya akhir dari kehidupan seseorang memiliki banyak sebab, karena itu wajib bagi seorang muslim untuk berhati-hati dan waspada darinya, di antara sebab terbesarnya adalah rusaknya keyakinan atau akidah, orang yang rusak akidahnya akan sangat nempak butuhnya kepada pertolongan dan kekokohan dari Allah SWT.
Su’ul Khatimah disebabkan oleh karena terus menerus berada dalam kemaksiatan dan selalu berdekatan dengannya. Sungguh seseorang apabila dekat dan mencintai sesuatu selama hidupnya bahkwan bergantung padanya, maka ia akan kembali mengingatnya saat berhadapan dengan kematian, ia akan mulai menyebut-nyebutnya di waktu sekarat…
Ibnu Katsir berkata: “Maksud dari itu semua adalah bahwa dosa, maksiat dan syahwat akan menghinakan pelakunya menjelang maut, bersamaan dengan penghinaaan syaitan, sehingga terkumpullah padanya segala kehinaan berikut lemahnya, akhirnya ia pun jatuh dalam Su’ul Khatimah, Allah SWT berfirman:
“Dan adalah syaitan menghinakan manusia”. I(Q.S Al-Furqan: 29)

2.      Khusnul Khatimah
Khusnul Khatimah adalah keadaan atau baiknya akhir dari kehidupan seseorang. Sebab Khusnul Khatimah adalah seseorang selalu menyebutkan dalam doanya kepada Allah SWT agar mewafatkannya di atas keimanan dan taqwa.

Tanda-tanda Khusnul Khatimah:
1.      Mengucapkan dua kalimat syahadat ketika meninggal dunia
2.      Meninggal dalam keadaan rasyhul jabin, yakni kening berkeringat
3.      Meninggal pada malam Jum’at atau siang harinya
4.      Meninggal saat mencari syahid di medan perang di jalan Allah
5.      Meninggal dalam perang di jalan Allah
6.      Meninggal karena sakit di perut
7.      Meninggal karena menderita penyakit tha’un
8.      Meninggal oleh sebab tenggelam
9.      Meninggal oleh sebab jatuh dari tempat yang tinggi
10.  Meninggalnya seorang wanita saat nifas oleh sebab melahirkan
11.  Meninggalnya wanita yang tengah hamil
12.  Meninggal karena menderita penyakit paru-paru TBC
13.  Meninggal dalam keadaan membela agama, keluarga, diri sendiri, dan harta yang akan dirampas
14.  Meninggal karena menderita sakit bagian lambung
15.  Meninggal saat berjaga-jaga di jalan Allah
16.  Meninggal di atas amalan yang salih
17.  Jenazah yang mendapatkan sanjungan kebaikan dari seluruh kaum muslimin yang shadiqin paling sedikitnya dua orang.

Maksud dari penyebutan ini semua adalah bahwa orang yang menyibukkan diri dengan mengingat Allah SWT dan mencintaiNya saat masih hidup, ia akan dapati hal tersebut sangat ia butuhkan tatkala nyawa akan keluar dari raga, namun siapa yang menyibukkan diri dengan selainNya di kala masih hidup dan sehat, maka akan sulit baginya untuk bisa mengingat Allah dan menggantungkan hati padaNya saat menghadapi mati selama Allah SWT tidak memberikan perhatian padanya. (Khalid bin Abdirrahman Asy Syayi’, 2008: 95)

Sebaik-baik Umur ialah yang Diberkati Allah

Adapun umur yang paling baik ialah umur yang diberkati Allah SWT yang diberi taufiq untuk mengerjakan amalan saleh dan kebajikan-kebajikan yang lain, baik yang umum maupun yang khusus. Ada kalanya Allah SWT memberikan berkat-Nya pada umur yang pendek bagi sebagian hamba-Nya yang terpilih, sehingga amalannya lebih banyak kebaikannya dan lebih terasa manfaatnya daripada orang-orang yang dipanjangkan umurnya. Sebagai contoh Imam Syafi’i rahimahullah, beliau meninggal dalam usia 55 tahun. Begitu pun al-Imam al Quthub as-Syarif Abdullah bin Abu Bakar Al-Aydrus al-Alawi, beliau wafat pada usia 54 tahun. Juga Imam Nawawi, beliau wafat pada usia di bawah lima puluh tahun. Dan Khalifah yang saleh Umar bin Abdul Aziz, beliau afat pada umur kurang dari empat puluh tahun. Selain mereka, banyak lagi imam besar lain yang tidak dipanjangkan umurnya oleh Allah, akan tetapi mereka dapat menyebarkan kebajikan yang banyak, dan di tangan merekalah terdapat bermacam-macam keberkatan yang meliputi seluruh negeri dan masyarakat, yang dapat dimanfaatkan oleh orang-orang kota maupun dusun. Itulah kelebihan dari Allah SWT, yang dikaruniakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Demikianlah umat Muhammad SAW ini senantiasa mendapat keberkatan yang besar dari Allah SWT disebabkan kedudukan utama yang tidak dipunyai oleh umat-umat lainnya, meskipun pada umumnya mereka mempunyai umur yang pendek dan kesempatan yang sedikit dalam kehidupannya jika dibandingkan dengan umat-umat sebelumnya.

Setiap yang Hidup Pasti Mati

            Di dalam tahapan umur yang sangat lanjut ini, biasanya seseorang akan sakit hingga membawa kematian. Kadang-kadang ia mati tanpa mengidap penyakit, tetapi ini jarang terjadi, meskipun bukan tidak mungkin terjadi. Kita sebutkan sebagai “jarang terjadi bila dibandingkan dengan banyaknya orang yang mati disebabkan suatu penyakit”.
            Berkata Hujjatul-islam Imam Ghazali dalam uraiannya, untuk mengingatkan orang supaya jangan “memanjangkan harapan” (menunda-nunda tobat karena merasa umurnya masih panjang, dan ia terus saja terbuai dalam angan-angan mencapai kemewahan dunia) dan melupakan dekatnya ajal, katanya: “Jika Anda katakana bahwa biasanya mati itu tidak akan terjadi kecuali disebabkan karena sakit dan jarang sekali ia datang dengan tiba-tiba, maka ketahuilah benar-benar, bahwasanya mati itu ada kalanya terjadi dengan tiba-tiba. Anda harus ingat bahwa sakit itu selalu datang dengan tiba-tiba. Dan apabila anda sakit, maka Anda tidak akan mampu lagi mengerjakan amal-amal saleh, sedangkan itu adalah bekal untuk akhirat.”
            Ingatlah, bahwasanya “memendekkan harapan” dan senantiasa mengingat akan mati adalah perkara yang amat disukai dan selalu dianjurkan. Adapun “memanjangkan harapan” dan melupakan mati samasekali adalah perkara yang dibenci dan dilarang. Allah SWT berfirman yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dilalaikan oleh harta dan anak-anakmu dari mengingat Allah. Maka barangsiapa melakukan yang demikian, mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah rezeki yang Kami berikan kepadamu sebelum maut datang menjumpai seseorang dari kamu; lalu ia berkata: ‘Tuhanku! Kalau dapat Engkau tangguhkan matiku sebentar saja, niscaya aku akan memberi sedekah dan aku akan menjadi orang-orang yang mengerjakan kebaikan.’ Allah tidak akan memberi tangguh kepada seseorang apabila telah sampai ajalnya, dan Allah Maha Mengetahui segala yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Munafiqun: 9-11)
Bukankah telah tiba masanya bagi orng-orang yang beriman untuk khusyu’ hati mereka dalam mengingat Allah dan kebenaran yang turun (kepada mereka)?dan janganlah mereka bersikap seperti orang-orang yang diberi Al-Kitab dahulu, kemudian berlalu masa yang panjang atas mereka, sehingga hati mereka menjadi beku, dan kebanyakan dari mereka menjadi fasik.” (Q.S Al-Hadid: 16)
Bersabda Rasulullah SAW:
“Perbanyaklah mengingat (mati) penghancur segala kelezatan.”
Pernah Rasulullah SAW ditanya: “Adakah orang lain yang akan dibangkitkan bersama para syuhada?” Jawab beliau: “Ya, mereka itulah yang mengingat mati sebanyak dua puluh kali dalam sehari semalam.”
            Dalam peristiwa lain, Rasulullah pernah ditanya, siapakah orang-orang yang bestari itu? Beliau menjawab: “Merekalah yang banyak mengingat mati dan selalu bersiap-siap menyambutnya. Merekalah orang-orang bijak, yang meninggalkan dunia dengan penuh kehormatan dan tiba di akhirat dengan penuh kemuliaan.” (H.R. Ibnu Majah dan Ibnu Abi’ ddunia).
“Maut adalah masalah ‘gaib’ terdekat yang sedang ditunggu kedatangannya.”
            Apabila maut itu merupakan masalah “gaib” yang amat dekat dan sedang kita tunggu, maka sewajarnyalah apabila kita selalu waspada dan menyiapkan diri untuk menyambut kedatangannya, pada setiap keadaan dan setiap saat. Sebab pada setiap keadaan dan setiap saat, kemungkinan ia datang dan menyerbu mangsanya.
            Berkata Hujjatul-Islam Imam Ghazali rahimatullah dalam bukunya al-Bidayah: “Ketahuilah, bahwasanya maut itu tidak menjemput Anda pada waktu atau keadaan yang tertentu, akan tetapi maut pasti akan menjemput anda pada waktu yang tidak diketahui. Oleh karena itu, menyediakan diri untuk maut adalah lebih utama daripada menyediakan diri untuk dunia.”
            Sambung Imam Ghazali lagi di bagian lain dari al-Bidayah: “Jangan sekali-kali meninggalkan tafakur tentang hampirnya ajal dan kepastian datangnya maut yang akan memutuskan segala cita-cita, menghilangkan segala kesempatan serta endatangkan sesal dan putus asa berkepanjangan disebabkan kita telah bersikap acuh tak acuh terhadap hal ini.”
            Sering-sering mengingat mati dan menyadari bahwa maut sudah hampir tiba, mengandung bermacam-macam faedah dan manfaat yang berkesan. Di antaranya berzuhud di dunia, qanaah (merasa cukup) dengan yang ada dan selalu membiasakan diri mengerjakan amalan-amalan saleh yang menjadi bekal manusia di akhirat, menjauhi segala perbuatan jahat dan meninggalkan larangan Allah SWT, serta menyegerakan diri untuk bertobat kepada-Nya atas dosa dan kesalahan yang telah terlanjur dilakukan.
            Sebaliknya, melupakan mati serta memanjangkan angan-angan dan harapan, akan menjerumuskan manusia dalam berbagai macam kerugian, yaitu ia akan selalu mencintai dunia, berpayah-payah dalam mengumpulkan segala bagiannya, bersenang-senang dengan syahwat dan kenikmatannya, bermegah-megah dengan perhiasannya di samping selalu menangguhkan diri untuk bertobat dari segala dosa dan kesalahan dan malas untuk mengerjakan amalan-amalan yang saleh.
            Berkata pada salaf saleh rahimahumallah: “Makin panjang angan-angan seseorang, makin rusaklah amalan-amalannya.”
            Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang pertama dari umat ini akan selamat dengan zuhud dan kuatnya keyakinan. Adapun yang terakhir dari mereka akan binasa dengan berlebihan cintanya pada dunia dan panjangnya angan-angan dalam hidupnya.” (H.R Ibnu Abi’ ddunia)
            Berkata Sayyidina Ali (semoga dimuliakan Allah wajahnya): “Yang paling kutakutkan terjadi padamu ialah perbuatan menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun menuruti hawa nafsu, maka ia akan menghalangimu daripada kebenaran, sedangkan panjang angan-angan akan melupakanmu dari akhirat.”
            Segala angan-angan dan harapa yang akan melupakan manusia dari akhiratnya tentu tidak berguna samasekali. Itulah angan-angan yang Rasulullah SAW sering memohon perlindungan Allah daripadanya, seperti dalam doa beliau:
            “Aku memohon perlindungan-Mu dari segala angan-angan yang melalaikanku daripada-Mu.”
            Doa beliau lagi:
            ”Aku berlindung kepada-Mu dari (kesenangan) dunia yang akan menghalangi kebaikan akhirat, hidup yang akan menghalangi kebaikan mati dan angan-angan yang akan menghalangi kebaikan amalan.” (H.R Ibnu Abi’ddunia)
            Apabila hati seorang manusia telah terpaut oleh perasaan ingin hidup berlama-lama di dunia ini, niscaya segala perhatian dan sikapnya akan tertumpu pada usaha dan kerja untuk mengumpulkan harta benda dunia, sehingga semua itu kelak akan melalaikan dan melupakannya dari bekal untuk ke akhirat. Manakala ia sedang dalam kesenangan itu, tiba-tiba maut datang merenggutnya, maka jadilah ia sebagai seorang muflis (bangkrut) ketika menamui Tuhannya kelak. Ia akan merasa sedih dan menyesal karena tidak punya amalan-amalan saleh, namun kesedihan dan penyesalannya tidak berguna lagi. Lalu ia akan menyeru dan memohon kepada Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur’an:
“…’Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu berbuat baik untuk kehidupan ini’.” (Q.S Al-Fajr: 24)
“…Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, supaya aku mengerjakan perbuatan baik dalam apa yang telah kutinggalkan.” (Q.S Al-Mu’minun: 99-100)
Khotbah Rasulullah saw Agar Mengingat Mati
            Rasulullah saw. berkhotbah, setelah membaca hamdalah, beliau bersabda, “Wahai manusia, perbanyaklah mengingat si pelumat kenikmatan. Jika kalian mengingatnya pada saat sulit, ia akan melapangkan urusan sulit kalian itu. Jika kalian mengingatnya pada saat lapang, ia membuat kalian membenci kelapangan itu. Kematian adalah pemutus cita-cita dan perputaran hari mendekatkan ajal. Seorang hamba keluar dan kuburannya tiba, ia melihat balasan perbuatannya yang telah lampau dan sedikitnya kecukupan yang telah ia tinggalkan.”
            “Wahai manusia, dalam qana’ah, ada kecukupan. Dalam penghematan, ada bekal hidup yang cukup, dan dalam kezuhudan, ada ketenangan. Setiap amal ada balasannya, dan semua yang akan datang itu dekat.”
            Dalam khotbah tersebut, Rasulullah saw. menyampaikan topiknya kepada seluruh kaum muslimin. Beliau menyuruh mereka agar memperbanyak mengingat si pelumat kenikmatan, yaitu kematian. Memperbanyak mengingat kematian, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah, akan membuat manusia tidak lengah, menjadikannya senantiasa zuhud di kehidupan dunia yang awalnya adalah tangisan, tengahnya adalah kesusahan, dan akhirnya adalah kemusnahan.
            Allah SWT berfirman:
            “...Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S Al-Ankabuut: 64)
            Seorang manusia, sudah semestinya selalu mengingatkan dirinya akan hakikat ini, sehingga ia menganggap dirinya sebagai tamu di kehidupan yang sebentar ini, juga agar ia senantiasa memiliki kesiapan matang untuk bertemu dengan Allah, dengan cara memanfaatkan setiap saat dari kehidupannya. Apabila ia sampai pada ajalnya dan tiba saat kepergiannya, ia bahagia dengan perjalanan panjang menuju Allah yang ia jalani.
            Dalam satu hadits dinyatakan,
            Barangsiapa suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa benci bertemu dengan Allah, maka Allah pun benci bertemu dengannya.”
(Syekh Thaha Al-Afifi,2004:68)
 
Kisah-Kisah Kematian

            Syekh ‘Ali Thanthawi menyebutkan dalam kisah dan pengalamannya bahwa dahulu di negeri Syam pernah ada seorang lelaki mempunyai kendaraan bak terbuka. Seorang lelaki lain ikut naik bersamanya di bagian bak terbukanya yang saat itu sedang membawa katil untuk mengusung mayat. Di katil tersebut terdapat terpal untuk keperluan sewaktu-waktu. Di tengah perjalanan hujan turun deras, maka si pengendara bak berdiri dan masuk ke dalam katil, lalu menutupi dirinya dengan terpal. Tiba-tiba ada seseorang yang lain ingin ikut menumpang bak kendaraan tersebut tanpa mengetahui bahwa di dalam katil itu ada seseorang. Hujan terus berlangsung, sedang lelaki yang berada di dalam katil mengira bahwa hanya dirinyalah yang berada di bak kendaraan. Tiba-tiba lelaki yang berada di dalam katil mengeluarkan tangannya untuk memeriksa apakah hujan telah reda atau belum. Ia melambai-lambaikan tangannya begitu tangannya telah ia keluarkan. Hal ini tentu membuat lelaki yang satunya lagi sangat terkejut bercampur tkut karena mengira bahwa mayat ini hidup kembali. Lelaki tersebut menjadi tak sadarkan diri dan terjatuh dari bak kendaraan yang sedang melaju kencang dengan kepala di bawah ke aspal jalan dan mati saat itu juga.
            Demikian rupanya Allah telah menetapkan ajal lelaki tersebut dengan cara demikian dan kematiannya melalui sebab itu.
            Sesungguhnya datangnya kematian kepada seseorang tidak pernah permisi dahulu, tidak pernah pilih kasih, tidak pernah basa-basi, dan kematian tidak punya peringatan dini sebagai pemberitahuan kepada manusia. “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok dan tiada pula seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati” (Q.S Luqman: 34)
            Thanthawi telah menceritakan pula dalam kisah dan pengalamannya bahwa ada sebuah bis yang sarat dengan penumpang, sedang sopirnya menengok ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba bis yang dibnawanya ia rem dan berhenti. Para penumpang bertanya kepadanya: “mengapa anda berhenti?” sopir menjawab: “Aku berhenti karena manula ini menyetop bis kita. Kelihatannya dia ingin naik bersama kita.” Para pemumpang berkata: “Kami tidak melihat seorangpun.” Sopir berkata: “Lihatlah dia!” Mereka menjawab: “Kami tidak melihat seorangpun.” Sopir berkata: “Dia sedang datang untuk naik bersama kita.” Mereka semua dengan serentak berkata: “Demi Allah, kami tidak seorang manusia pun.” Tiba-tiba saat itu juga sang sopir meninggal dunia di kursi kemudinya.
            Sesungguhnya kematian telah datang menjemputnya dan ajal nya datang saat itu juga. Mengenai manusia yang terlihat olehnya menghentikan bis yang dikemudikannya hanyalah penyebab semata. “Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak bisa (pula memajukannya.” (Q.S Al-A’raf: 30) (Dr. Aidh bin ‘Abdullah Al-Qarni, 2004:526)

Hari Pembalasan
            Dalam kematian makhluk hidup (terutama manusia), hari pembalasan merupakan tahapan yang terjadi sesudah kematian. Semua pemeluk agama utama di dunia menerima akan adanya hari pembalasan tetapi tidak tahu dimana, kapan, atau bagaimana terjadinya.
            Dalam Al-Qur’an kita menemukan bahwa ketika para pengikut Nabi Muhammad SAW bertanya berulang-ulang tentang hari pembalasan dan kapan terjadinya, maka Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa hanya Allah yang tahu.
Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembaasan itu? (Yaitu) hari (ketika) sesorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan, segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.” (Q.S Al-Infithar: 17-19)
            Dua ayat ini memberikan indikasi yang jelas tentang akan terjadinya hari pembalasan, tetapi tidak memberikan indikasi kapan hal itu akan terjadi.
            Sebagaimana masalah kematian, sedikit sekali kita mengetahui apa-apa yang diberikan oleh Allah selain dari apa yang kita peroleh dari Al-Qur’an. Tetapi, jika kita ambil contoh bagaimana berlangsungnya hari pembalasan dalam kehidupan kita di muka bumi ini, maka kita bisa memahami kira-kira bagaimana hari pembalasan di hadapan Allah kelak akan berproses.
            Bagi kita yang melakukan tindak pidana maka kita akan diproses dalam sidsng pengadilan. Patut dicatat bahwa sebagai aturan umum proses peradilan maka apabila terdakwa tidak dapat hadir dalam siding, siding akan ditunda, hingga pada suatu saat terdakwa bisa hadir di pengadilan. Jarang sekali peraturan ini dilanggar. Demikian pula halnya mereka yang minta bantuan atau perlindungan hukum. Dia akan datang kepada seorang pengacara atau pembela untuk mendapatkan bantuan hukum selama terjadinya proses peradilan.

            Kira-kira demikianlah halnya dengan peradilan pada hari pembalasan di hadapan Allah. Pihak tertuduh akan menghadap Allah. Sebagai Hakim Tertinggi dan Hakim Terakhir yang akan memutuskan perkara, apakah dengan ganjaran atau hukuman, dengan melihat permasalahan dan proses peradilannya.
            Al-Qur’an telah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya bahwa apakah manusia ingin dalam keadaan lancar atau sulit, dia akan melakukan perjalanan yang sama, dan oleh karena itu maka tidak ada satu pun mereka yang lolos dari Pembalasan Terakhir. Perbedaan yang Nampak hanyalah bahwa mereka yang baik dan murni penuh penyerahan diri akan melakukan perjalanan dengan senang dan lancar, sedangkan mereka yang jahat dan ingkar akan melakukan perjalanan dengan sulit dan sengsara.
            Selama kehidupan kita di muka bumi ini kita mampu melarikan diri dari kesulitan, cobaan dan godaan, tetapi kita tidak mampu melarikan diri dari kematian, cobaab dan godaan yang membawa diri kita dan jiwa kita melalui kekeliruan tindakan dan kelakuan yang tidak senonoh di muka bumi ini.
            Butir lainnya yang perlu diingat, sesuai dengan Al-Qur’an, penyesalan atau taubat yang tidak diterima oleh Allah pada saat menjelang kematian. Manusia harus bertabat dan menyesali serta mencari Petunjuk Allah sementara dia masih hidup dan aktif di muka bumi, karena dalam kehidupan di muka bumi inilah manusia memiliki kesempatan untuk mengubah jalan yang keliru ke jalan yang benar, sebaliknya bertaubat dan menyesal menjelang kematian tidak aka nada gunanya, karena manusia tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengubah dan memperbaiki tindakannya yang salah dan membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah bertaubat.

            Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan, tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.S An-Nisa: 17-18).

            Ada juga sebuah doa yang ditulis oleh seorang wanita Muslim yang terkenal, bernama Rabyah, yang diucapkan setelah selesai melaksanakan shalat wajib lima kali semalam:
            Wahai tuhanku, setelah kematianku, masukkan aku ke dalam Neraka dan jadikan tubuhku menjadi besar, sedemikian besar, sehingga dapat memenuhi keseluruhan ruang yang ada sehingga tak ada lagi orang yang bisa Engkau masukkan lagi ke dalamnya.
Wahai tuhanku, jika aku shalat kepada-Mu lantaran aku takut masuk Neraka, biarlah aku menjadi penghuni Neraka selama-lamanya, dan jika shalatku kepada-Mu lantaran aku ingin masuk Syurga, tutuplah pintunya selamanya hingga aku tidak bisa memasukinya; tetapi jika sholatku kepada-Mu lantaran mengharapkan Ridha-Mu, maka janganlah tidak memberiku dengan Sinar Kecantikan-Mu yang Abadi. (H. Ali Akbar, 1989: 272)

Qiyamah (Kiamat)

            Qiyamah yaitu hari kebangkitan orang-orang mati dari kuburan mereka masing-masing sesudah hancurnya alam semesta seluruhnya, untuk kemudian mereka digiring kea lam mahsyar dari alam barzakh. Roh mereka dikembalikan ke dalam tubuhnya agar kemudian mereka mempertanggungjawabkan semua amal mereka di kala hidup yang selanjutnya mereka ditentukan oleh Tuhan nuntuk masuk syurga atau neraka. Allah SWT berfirman: “Kemudian kamu akan dibangkitkan pada hari kiamat”. (Q.S Al-Mukminun: 16). Dan sebelum kiamat terjadi didahului dengan terompet kiamat yang menyebabkan rusaknya segala benda-benda alam semesta, dan kematian segala makhluk, lalu disusul dengan terompet kedua yang ditandai dengan keluarnya ummat manusia dan segala makhluk dari kuburannya masing-masing. Dan masuk islam dalam istilah kiamat yaitu bentuk kebankitan (ba’ats), berkumpulnya semua manusia dan segala makhluk (hasyar), tempat berkumpul besar yang kemudian ditandai dengan adanya perhitungan pahala (hisab), adanya shirat (jembatan), syafaat (permohonan perobahan nasib kepada Tuhan), lalu adanya syurga (jannah) dan adanya neraka (nar). (Hussein Bahreisj,1980: 165)

1.      Berita kedatangan Kiamat
Nabi Muhammad SAW memberikan isyarat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas RA, beliau bersabda: “Saya diutus (oleh Allah) dan jaraknya dengan hari kiamat itu seperti dua jari ini. Beliau mengatakannya sambil menunjukkan dua jari, yakni jari telunjuk dan jari tengah.” (HR Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi)
Kedatangan hari kiamat merupakan rahasia Allah SWT. Nabi Muhammad SAW hanya diberi pengetahuan tentang tanda-tamda kedatangannya saja. Tanda-tanda akan terjadinya kiamat besar banyak dinyatakan di dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, yang selanjutnya menjadi kesepakatan umat. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menyebutkan:
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (Mereka berdoa) ‘Ya Tuhan kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman’. Bagaimanakah mereka ddapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang Rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: ‘Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila. Sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu kamu akan kembali (ingkar). (Ingatlah) hari (ketika) kami menghantam mereka  dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya kami adalah pemberi balasan.” (Q.S Ad-Dukhan: 10-16)

2.      Kabut Menyelimuti Bumi
Sebelum terjadinya kiamat, muncul kabut yang memenuhi Bumi, seperti asap di dalam sebuah rumah yang di dalamnya  dinyalakan kayu bakar. Orang-orang mukmin yang mengiisap kabut itu akan terjangkit penyakit influenza. Sementara orang-orang kafir dan munafik akan menggelepar kepanasan. Fenomena kabut akan berlangsung selama 40 hari, sebagai peringatan untuk orang-orang kafir, dan merupakan permulaan azab serta bencana bagi mereka. Sesuai dengan firman Allah SWT:
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata...” (Q.S Ad-Dukhan: 10)

3.      Munculnya Dajjal
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Semenjak Adam diciptakan sampai datangnya hari kiamat tidak ada cobaan yang lebih beesar daripada Dajjal.” (HR Imam Ahmad)
Dajjal merupakan fitnah dan ujian yang paling besar terhadap keimanan seseorang di akhir zaman. Rasulullah SAW menyuruh kita meminta perlindungan kepada Allah dari fitnah Dajjal pada tiap-tiap akhir shalat.
Sabda Rasulullah SAW: “Apabila salah seorang dari kamu sudah selesai membaca tasyahud dalam shalatnya hendaklah ia berlindung kepada Allah dari empat perkara, yaitu dengan mengucapkan, ‘Ya Allah, sesungguhnya akuberlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, azab kubur, fitnah hidup dan mati, dari fitnah Dajjal.” (HR Muslim, sanad dari Abu Hurairah).

4.      Matahari Terbit dari Barat ke Timur
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga matahari terbit dari tempat terbenamnya. Apabila matahari telah terbit dari Barat, semua manusia yang menyaksikannya akan beriman. Itulah waktu dimana iman seseorang tidak lagi berguna apabila belum pernah beriman sebelum itu.” (HR Bukhari dan Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Terbit sehari saja. Peristiwa terbitnya matahari dari arah barat hanya terjadi selama sehari saja, untuk menandai telah tertutupnya pintu tobat. Setelah itu, matahari akan kembali bergerak seperti sediakala, terbit dari timur, sampai kiamat tiba.

5.      Turunnya Isa bin Maryam AS
Kaum muslim meyakini bahwa Nabi Isa AS tidak terbunuh tidak pula disalib, akan tetapi diangkat oleh Allah SWT ke langit. Hal itu didasarkan pada keterangan yang jelas di dalam Al-Qur’an. Umat islam meyakini bahwa Isa bin Maryam akan kembali lagi ke dunia pada akhir zaman untuk membunuh Dajjal. Nabi Isa AS tidak akan membawa syariat baru. Beliau akan mengikuti syariat Rasulullah Muhammad SAW. Allah SWT Berfirman:
Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasulullah, padahal mereka tidak membunuhnya tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka. Mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa” (Q.S An-Nisa’: 157)
Kapankah Isa AS akan turun? Setelah kemunculan Imam Mahdi dan keluarnya Dajjal, maka turunlah Isa al-Masih ke bumi untuk membunuh Dajjal sambil berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku berhak menghajarmu dengan sebuah pukulan”

6.      Munculnya Imam Mahdi
Kemunculan Imam Mahdi bukanlah karena kemauannya, melainkan karena takdir Allah SWT. Imam Mahdi sendiri tidak menyadari bahwa dirinya adalah Imam Mahdi, kecuali setelah Allah SWT mengislahkannya pada suatu malam.
Imam Mahdi akan membawa kaum muslim memerangi kezaliman. Satu demi satu kezaliman akan tumbang di bawah kekuasaannya. Kemenangan demi kemenangan yang diraih Imam Mahdi dan pasukannya akan membuat murka raja kezaliman (Dajjal), dan membuatnya keluar dari  persembunyian. Dajjal berusaha membunuh Imam Mahdi dan pengikutnya.

7.      Hancurnya Ka’bah
Menjelang kiamat dan kehncuran dunia pada akhir zaman nanti, ka’bah akan dihancurkan oleh seseorang yang dijuluki Dzuas-Suwaiqatain. Julukan tersebut diambil dari betis orang tersebut yang ukurannya kecil. Banyak hadits memberikan keterangan akan hal itu.
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari sanad Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda: ”Ka’bah akan dirobohkan oleh seorang penduduk Habasyah (kini, Ethiopia-pen) berbetis kecil.
Dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sanad Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda: “Seolah-olah diriku melihatnya berkulit hitam, kedua kakinya saling berjauhan, dia mencongkel Ka’bah, bata demi bata.”
(S. Royani Marhan, 2012:  60)
            Dunia dan akhirat adalah dua fase kehidupan yang terjadi secara berurutan. Keduanya mempunyai keterkaitan yang proporsional, seimbang, bukan terpisah-pisah. Sehingga keduanya harus diperlakukan secara berimbang.
            Dunia ini adalah tempat dan ladang untuk menanam, sedang akhirat adalah tempat untuk menuai hasil jerih payah yang telah diusahakan di dunia. Yang baik akan mendapat ganjaran syurga, sementara yang buruk akan mendapat siksa neraka di akhirat. Sudahkah kita mempersiapkan segala sesuatunya dengan sungguh-sungguh?




Daftar Pustaka
-       Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian. Bandung: Mizan Media Utama, 2006.
-       Akbar, H. Ali. Tuhan dan Manusia. Jakarta: Pustakarya Grafikatama, 1989.
-       Haddad, Allamah Sayyid Abdullah. Renungan Tentang Umur Manusia. Bandung: Mizan, 1998.
-       Yahya, Harun. Mengenal Allah Lewat Akal. Jakarta: Robbani Press, 2004.
-       Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana (Predana Media Group), 2009.
-       Asy-Syayi’, Khalid bin Abdirrahman. Sulthan bin Fahd Ar Rasyid. Ketika Ajal Mnejemput. Bandung: Akmal Press, 2008.
-       Marhan, S. Royani. Kiamat dan Akhirat. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012.
-       Al-Qarni, Dr. Aidh bin Abdullah. Laa Tahzan (Jangan Bersedih). Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004.
-       Al-Afifi, Syekh Thaha. Khotbah-Khotbah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani, 2004.
-       Bahreisj, Hussein. 450 Masalah Agama Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.

Komentar