METODOLOGI
DAKWAH
ARTIKEL TENTANG DAKWAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mandiri
Mata Kuliah : Metodologi Dakwah
Dosen : Aan Mohamad Burhanudin, MA
Disusun
oleh :
Putri
Dissa Naddya
(1415302062)
Fakultas
Ushuludin Adab Dan Dakwah
Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam /2
Sub-Sub Judul:
Kematian
Tahapan-tahapan kematian
Keadaan Roh Mukmin dan Kafir
Mengapa kematian Menakutkan?
Setiap yang hidup pasti mati
Kisah-Kisah Kematian
Hari Pembalasan
Qiyamah (Hari Kiamat)
Hidup
Ini Hanyalah
Senda Gurau Belaka
Sudahkah Kita Mempersiapkan Kematian dan Hari Akhir?
Setiap manusia pasti menemui yang namanya kematian. Kematian adalah
hal yang mutlak, tidak dapat dihindari oleh siapapun. Dan setiap orang tidak
akan tahu kapan mereka akan menemui ajal itu. Hanya Allah SWT yang tahu kapan
dan dimana manusia akan kembali kepada-Nya.
Tujuan hidup manusia ini sesungguhnya hanyalah sementara. Mereka
bersenang-senang dengan kehidupan dunia seolah-olah tidak peduli dengan
kehidupan sesudah kematian. Manusia telah sibuk dengan urusan-urusan duniawinya
tanpa sedikitpun memikirkan akhirat. Sesungguhnya, hidup yang kekal itu adalah
kehidupan sesudah kita semua menjemput ajal yaitu menemui sang khalik. Seperti
firman Allah SWT:
“Demi Masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian” (Q.S
Al-‘Asr: 1-2)
Namun, Allah SWT juga menciptakan manusia bukanlah hal yang sia-sia
belaka. Hal-hal kecil pun yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Allah SWT
mengabarkan bahwa manusia tidak diciptakan dengan sia-sia,
“Maka, apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara sia-sia (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S Al-Mu’minuun: 115)
“Dan, mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan duka cita kami. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal
(syurga) dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula
merasa lesu.” (Q.S Fathir: 34-35).
Ayat ini
memperlihatkan bahwa manusia bukan hanya memiliki jalan dan kemampuan untuk
bertahan dalam perjuangannya di muka bumi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
berjuang dalam rangka perjalanan menuju hari akhirat. Bila manusia menyadari
bahwa dia akan diberi imbalan kesenangan dan persahabatan dengan Tuhan,
Penciptanya, dia akan merasa mendapatkan intensif atau rangsangan untuk memacu
kemajuan kehidupan di dunia dan akherat tanpa ragu-ragu, malu-malu, atau
segan-segan. (H. Ali Akbar, 1989: 229)
Allah lah yang menjadikan mati dan hidup. Menciptakan segala
sesuatu di alam semesta untuk tujuan tertentu dan telah menjelaskan tujuan
penciptaan manusia: “…supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Dan, Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S
Al-Mulk: 2).
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam ayat ini, dunia ini tempat
pengujian dan bersifat sementara. Ada akhir riwayat manusia di samping akhir riwayat
dunia, yang waktunya ditakdirkan oleh Allah. Manusia berkewajiban menjalani
kehidupan singkat yang dianugerahkan kepada mereka menurut aturan-aturan yang
ditetapkan oleh Allah dan dipaparkan kepada mereka dalam Al-Qur’an. Di hari
akhir, mereka pasti diberi balasan atas segala perbuatannya di dunia ini.
Kematian
Secara hakikat,
kematian adalah akhir kehidupan dunia dan awal kehidupan akhirat. Namun,
kematian bukanlah ketiadaan, kebinasaan, dan bukan pula akhir dari hidup manusia.
Kematian hanya sebuah peristiwa terputusnya hubungan roh dengan badan, atau
semacam keterpisahan dan keterhalangan di antara keduanya. Kematian adalah
suatu perubahan keadaan, dan perpindahan dari alam yang satu ke alam lainnya.
Sebagian Gambaran Sekarat
Allah SWT berfirman:
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah mendesak
sampai ke kerongkongan, dan dikatakan (mendesak) sampai ke kerongkongan, dan
dikatakan (kepadanya): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’ dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan), kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau”. (Q.S Al-Qiyamah: 26-30)
Ini adalah pemberitaan dari Allah SWT tentang keadaan sekarat dan
kedahsyatannya. Ketika Dia mengabarkan bahwa ruh akan dikeluarkan dari jasad hingga
bila sampai di tenggorokan, diharapkan ada dokter yang dapat mengobati namun…”
dikatakan (kepadanya):
“Siapakah yang dapat menyembuhkan?” Kemudian… “bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan)”, yakni
keduanya bergesekan dengan sangat keras kecuali yang dirahmati Allah SWT, lalu
menjadi mati tak bergerak, selanjutnya manusia akan mengurusi jasad yang telah
membujur kaku itu dan malaikat pun akan mengurusi ruhnya. (Khalid bin
Abdirrahman Asy Syayi’, 2008: 12)
Tahapan-tahapan kematian:
-
Pertanyaan
Kubur
Pertanyaan kubur merupakan peristiwa yang akan dialami oleh setiap
orang yang meninggal dunia. Pertanyaan kubur terjadi sesaat setelah jasad
dikuburkan dan para pengantar jenazah, termasuk keluarganya, pulang ke rumah
masing-masing.
-
Impitan
Kubur
Setelah jenazah diletakkan di dalam kunur, maka kubur akan
mengimpit dan menjepit jenazah. Tidak seorang pun, baik mukmin maupun kafir,
besar maupun kecil, saleh maupun jahat, dapat menyelamatkan diri dari impitan
kubur. Beberapa hadits menerangkan bahwa kubur mengimpit Sa’ad ibn Mu’adz yang
kematiannya membuat ‘Arsy bergerak, pintu-pintu langit terbuka, serta
malaikat sebanyak tujuh puluh ribu menyaksikannya.
-
Siksa
Kubur
Banyak orang yang meragukan akan adanya azab kubur. Siapa saja yang
meragukan keberadaannya, maka sama saja tidak mengakui pernyataan Nabi SAW yang
mengatakan: “Sesungguhnya azab kubur itu benar adanya.” (HR. Bukhari)
Keadaan Roh Mukmin dan Kafir
1.
Roh
Orang Mukmin yang Saleh
Roh Mukmin yang saleh seperti burung yang bergelantungan di pohon
surga, sampai dikembalikan oleh Allah ke jasadnya masing-masing pada hari
kiamat. Ada perbedaan antara roh para syuhada dengan roh kaum mukmin. Roh para
syuhada yang berada di sangkar burung hijau dan dapat lepas dan bebas berjalan
kesana kemari di taman surga dan dapat kembali lagi ke lampu pelita yang
tergantung di ‘Arsy. Sementara roh kaum mukmin tidak dapat berjalan
kesana kesini di surga, meski juga berada di sangkar burung.
2.
Roh
Orang Mukmin Ahli Maksiat
Orang mukmin yang gemar melakukan maksiat akan mendapatkan azab
setimpal. Mereka yang gemar berbohong akan diazab dengan besi berujung bengkok,
yang dimasukkan ke mulut sampai tengkuk mereka. Orang yang meninggalkan shalat
wajib karena tidur, kepalanya akan ditimpa batu sampai hancur. Para pezina
laki-laki dan perempuan akan disiksa di sebuah lubang seperti tungku tembikar
untuk membakar roti, yang bagian atasnya sempit tapi bawahnya luas, dan api
menyala-nyala dibawahnya. Orang yang suka memakan riba akan disiksa dengan
dipaksa berenang di lautan darah, dan di tepi lautan darah itu ada orang yang
melemparinya dengan batu. Siksaan ini juga akan dialami oleh orang yang suka
mengadu domba, gemar menyembunyikan harta ganimah, dan semacamnya.
3.
Roh
Orang Kafir
Abu Hurairah RA menyampaikan riwayat yang mengisahkan keadaan roh
orang kafir, dan sakaratul maut yang dialaminya. Dikatakannya bahwa roh yang
keluar dari jasad orang kafir berbau busuk, sampai para malaikat yang
membawanya ke pintu bumi berteriak, “Alangkah busuknya roh ini.” Kemudian para
malaikat membawanya untuk dikumpulkan dengan roh-roh orang kafir lainnya. (S.
Royani Marhan, 2012: 5 & 15)
Kematian, Kenapa Menakutkan? Pelajaran dari Nabi Ibrahim
Seorang arif berpetuah, “Biarkanlah orang tertawa ketika engkau
keluar dari rahim ibumu dan memulai kehidupan ini dengan jeritan tangis. Tetapi
buatlah mereka menangis sedankan engkau tertawa ketika engkau mengakhiri
hidupmu di dunia ini, tatkala ajal menjemputmu.” Mengapa dan bagaimana
mengakhiri hidup dengan suka cita? Karena kematian bukanlah akhir dari
kehidupan, melainkan garis transisi, maka bagi mereka yang ketika hidupnya
telah banyak berbuat kebaikan, kematian adalah pintu gerbang untuk memasuki
kehidupan baru yang lebih indah, sebuah kebahagiaan yang sejati. Ibarat anak
sekolah, lewat kematian, sesungguhnya arwah dari orang-orang yang hidupnya
penuh kesalehan akan dinaikkan kelasnya.
Semua fase-fase kehidupan adalah merupakan rangkaian scenario Tuhan
agar hamba-hamba-Nya bisa mengenyam makna kebebasan dan perjuangan yang dari
sana seseorang akan mengenyam makna kebahagiaan sejati. Tuhan selalu berjanji
untuk melipatgandakan imbalan bagi mereka yang berbuat baik, sedangkan jika
seorang hamba berbuat dosa, maka siksanya hanya sebesar yang dilakukannya. Tidak
ada misteri yang selalu mengguncang akal dan batin manusia kecuali misteri
kematian.
Mengapa menakutkan?
Tanpa kita sadari, keyakinan bahwa setiap saat kita bisa dijemput
kematian memiliki pengaruh yang amat besar bagi kehidupan seseorang. Begitu pun
keyakinan adanya kelanjutan hidup setelah kematian. Dengan harapan untuk
memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak, maka raja-raja mesir kuno membangun
pyramid dengan pucuknya runcing dan menjulang ke langit agar memudahkan
perjalanan arwahnya menuju surga.
Mengapa kematian begitu menakutkan sedangkan dunia sangat sayang
untuk ditinggalkan? Terdapat beberapa kemungkinan jawaban muncul. Antara lain
ialah, bagi sebagian orang yang merasa dimanjakan oleh kenikmatan yang telah
dipeluknya selama ini. Dengan demikian memasuki hari tua berarti memasuki fase
penyesalan sedangkan kematian adalah puncak kekalahan dan penderitaan. Jawaban
lain, kematian ditakuti karena tidak tahu apa yang akan terjadi setelah mati.
Kalau saja seseorang bisa menghilangkan benih iman dan argument filosofi akan
adanya keabadian jiwa, sangat bisa jadi orang tak akan takut mati. Bukankah
setelah kematian tidak ada kehidupan lagi? Tetapi persoalannya, manusia sulit
untuk mengingkari kebenaran ajaran agama, rasa keadilan moral dan argument
filosofis bahwa keabadian jiwa dan hari perhitungan itu pasti terjadi. Alangkah
absurd dan nistanya pengorbanan para pejuang kemanusiaan dan kemerdekaan kalau
saja setelah mati tidak ada perhitungan lanjut. Lalu apa bedanya antara pejuang
dan pecundang jika setelah itu tidak akan ada lagi mahkamah pengadilan yang
benar-benar adil? Jawaban lainnya lagi adalah, orang takut mati karena
seseorang merasa banyak dosanya, lebih banyak amal kejahatannya ketimbang
kebaikannya, sehingga takut akan imbalan siksa yang hendak diterimanya kelak.
Dunia sebagai Rahmat
Bagi mereka yang hati, fikiran, dan perilakunya selalu merasa
terikat dan memperoleh bimbingan Tuhan, kematian samasekali tidak menakutkan
karena dengan berakhirnya episode kehidupan duniawi berarti seseorang setapak menjadi
lebih dekat pada Tuhan yang selalu dicintai dan dirindukan. Dunia adalah amanat
dan rahmat Ilahi. Karena itu, melupakan bahwa dunia ini adalah amanat dan
rahmat Tuhan akan membuat seseorang berpandangan nihilistic dan pesimis serta
negatif terhadap hidup dan kehidupan.
Siapkah kita jika maut sewaktu-waktu menghampiri dan menjemput
kita? Siap tidak siap, suka tidak suka, tegas Al-Qur’an, bayangan itu pasti
terjadi dan seseorang tidak mampu mengelak sekalipun berlindung di balik tembok
yang kokoh.
Drama perintah Tuhan pada Ibrahim untuk menyembelih Ismail (versi
Iman Kristen adalah Ishaq), sesungguhnya mengungkapkan pesan yang amat dalam
bahwa manusia boleh saja mencintai dunia (disimbolkan pada anak), tetapi jangan
sampai cinta di dunia itu memalingkan seseorang dari cintanya pada Tuhan,
pemilik semesta alam. Jika memang Allah menghendaki, anak yang menjadi pujaan
hati itu oleh Ibrahim siap untuk disembelih. Terbukti bahwa cinta Ibrahim pada
Tuhan melebihi cintanya pada kenikmatan duniawi, dan ternyata dalam dada
Ibrahim tak ada yang dipertaruhkan kecuali Allah, maka Allah akhirnya
memberikan pada Ibrahim kenikmatan yang berlipat ganda. Ismail bukannya
disembelih, melainkan digantikan dengan kambing dan dari keturunan Ishaq dan
Ismail itu lahir sekian banyak pemimpin dunia pengubah sejarah, termasuk Nabi
Musa, Nabi Isa, dan Muhammad Rasulullah. (Komaruddin Hidayat, 2006: 115)
Janganlah kita takut pada kematian. Takutlah jika kita nanti
menjemput ajal, kita belum sempat bertaubat dengan sungguh-sungguh pada Allah.
Takutlah jika kalian mati namun berstatus bukan beragama Islam. Seperti firman
Allah SWT yang berbunyi:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya kematian yang kamu larikan dirimu
daripadanya itu tetap akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
Tuhan yang mengetahui segala yang tersembunyi dan segala yang nyata, maka Dia
akan memberitahu kamu apa yang pernah kamu lakukan’.” (Q.S Al-Jumu’ah: 8)
Terkadang
kita dapat mendorong manusia agar mengerjakan bermacam-macam kebaikan dan
meninggalkan berbagai kejahatan, dengan menyebut berbagai peristiwa kematian
lalu menuju akhirat seperti azab neraka yang dahsyat dan kehinaan yang tiada
tara.
“Karena itu, bagaimana mungkin kamu
memelihara dirimu, jika kamu masih membangkang sampai pada hari di mana anak-anak
jadi beruban? Langit pun menjadi berhancuran karenanya, janji Allah itu pasti
terlaksana.” (Q.S Al-Muzammil: 17-18) (M.
Munir, S. AG., MA, 2009: 268)
Kematian yang Baik dan Buruk
Kita semua tidak bisa memprediksi kapan
kita akan meninggal. Dan dalam keadaan apakah nanti kita akan menuju sang
Khalik? Keadaan tidurkah, keadaan di perjalanankah, atau keadaan sedang berbuat
maksiatkah? Setiap makhluk hidup pasti berbeda-beda caranya ketika menjemput
ajal. Ada yang Su’ul Khatimah dan ada yang Khusnul Khatimah. Apakah Su’ul dan
Khusnul Khatimah itu?
1. Su’ul Khatimah
Su’ul Khatimah atau jeleknya akhir dari kehidupan
seseorang memiliki banyak sebab, karena itu wajib bagi seorang muslim untuk
berhati-hati dan waspada darinya, di antara sebab terbesarnya adalah rusaknya
keyakinan atau akidah, orang yang rusak akidahnya akan sangat nempak butuhnya
kepada pertolongan dan kekokohan dari Allah SWT.
Su’ul Khatimah disebabkan oleh karena terus menerus
berada dalam kemaksiatan dan selalu berdekatan dengannya. Sungguh seseorang
apabila dekat dan mencintai sesuatu selama hidupnya bahkwan bergantung padanya,
maka ia akan kembali mengingatnya saat berhadapan dengan kematian, ia akan
mulai menyebut-nyebutnya di waktu sekarat…
Ibnu Katsir berkata: “Maksud dari itu semua adalah bahwa
dosa, maksiat dan syahwat akan menghinakan pelakunya menjelang maut, bersamaan
dengan penghinaaan syaitan, sehingga terkumpullah padanya segala kehinaan
berikut lemahnya, akhirnya ia pun jatuh dalam Su’ul Khatimah, Allah SWT
berfirman:
“Dan adalah syaitan menghinakan manusia”. I(Q.S Al-Furqan: 29)
2. Khusnul Khatimah
Khusnul Khatimah adalah keadaan atau baiknya akhir
dari kehidupan seseorang. Sebab Khusnul Khatimah adalah seseorang selalu
menyebutkan dalam doanya kepada Allah SWT agar mewafatkannya di atas keimanan
dan taqwa.
Tanda-tanda Khusnul Khatimah:
1. Mengucapkan dua kalimat syahadat ketika
meninggal dunia
2. Meninggal dalam keadaan rasyhul
jabin, yakni kening berkeringat
3. Meninggal pada malam Jum’at atau siang
harinya
4. Meninggal saat mencari syahid di medan
perang di jalan Allah
5. Meninggal dalam perang di jalan Allah
6. Meninggal karena sakit di perut
7. Meninggal karena menderita penyakit tha’un
8. Meninggal oleh sebab tenggelam
9. Meninggal oleh sebab jatuh dari tempat
yang tinggi
10. Meninggalnya seorang wanita saat nifas
oleh sebab melahirkan
11. Meninggalnya wanita yang tengah hamil
12. Meninggal karena menderita penyakit
paru-paru TBC
13. Meninggal dalam keadaan membela agama,
keluarga, diri sendiri, dan harta yang akan dirampas
14. Meninggal karena menderita sakit bagian
lambung
15. Meninggal saat berjaga-jaga di jalan
Allah
16. Meninggal di atas amalan yang salih
17. Jenazah yang mendapatkan sanjungan
kebaikan dari seluruh kaum muslimin yang shadiqin paling sedikitnya dua orang.
Maksud
dari penyebutan ini semua adalah bahwa orang yang menyibukkan diri dengan
mengingat Allah SWT dan mencintaiNya saat masih hidup, ia akan dapati hal
tersebut sangat ia butuhkan tatkala nyawa akan keluar dari raga, namun siapa yang
menyibukkan diri dengan selainNya di kala masih hidup dan sehat, maka akan
sulit baginya untuk bisa mengingat Allah dan menggantungkan hati padaNya saat
menghadapi mati selama Allah SWT tidak memberikan perhatian padanya. (Khalid
bin Abdirrahman Asy Syayi’, 2008: 95)
Sebaik-baik Umur ialah yang Diberkati Allah
Adapun umur yang paling baik ialah umur yang diberkati Allah SWT
yang diberi taufiq untuk mengerjakan amalan saleh dan
kebajikan-kebajikan yang lain, baik yang umum maupun yang khusus. Ada kalanya
Allah SWT memberikan berkat-Nya pada umur yang pendek bagi sebagian hamba-Nya
yang terpilih, sehingga amalannya lebih banyak kebaikannya dan lebih terasa
manfaatnya daripada orang-orang yang dipanjangkan umurnya. Sebagai contoh Imam
Syafi’i rahimahullah, beliau meninggal dalam usia 55 tahun. Begitu pun al-Imam
al Quthub as-Syarif Abdullah bin Abu Bakar Al-Aydrus al-Alawi, beliau wafat
pada usia 54 tahun. Juga Imam Nawawi, beliau wafat pada usia di bawah lima
puluh tahun. Dan Khalifah yang saleh Umar bin Abdul Aziz, beliau afat pada umur
kurang dari empat puluh tahun. Selain mereka, banyak lagi imam besar lain yang
tidak dipanjangkan umurnya oleh Allah, akan tetapi mereka dapat menyebarkan
kebajikan yang banyak, dan di tangan merekalah terdapat bermacam-macam
keberkatan yang meliputi seluruh negeri dan masyarakat, yang dapat dimanfaatkan
oleh orang-orang kota maupun dusun. Itulah kelebihan dari Allah SWT, yang
dikaruniakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Demikianlah umat Muhammad SAW ini senantiasa mendapat keberkatan
yang besar dari Allah SWT disebabkan kedudukan utama yang tidak dipunyai oleh
umat-umat lainnya, meskipun pada umumnya mereka mempunyai umur yang pendek dan
kesempatan yang sedikit dalam kehidupannya jika dibandingkan dengan umat-umat
sebelumnya.
Setiap yang Hidup Pasti Mati
Di dalam tahapan
umur yang sangat lanjut ini, biasanya seseorang akan sakit hingga membawa
kematian. Kadang-kadang ia mati tanpa mengidap penyakit, tetapi ini jarang
terjadi, meskipun bukan tidak mungkin terjadi. Kita sebutkan sebagai “jarang
terjadi bila dibandingkan dengan banyaknya orang yang mati disebabkan suatu
penyakit”.
Berkata Hujjatul-islam
Imam Ghazali dalam uraiannya, untuk mengingatkan orang supaya jangan
“memanjangkan harapan” (menunda-nunda tobat karena merasa umurnya masih
panjang, dan ia terus saja terbuai dalam angan-angan mencapai kemewahan dunia) dan
melupakan dekatnya ajal, katanya: “Jika Anda katakana bahwa biasanya mati itu
tidak akan terjadi kecuali disebabkan karena sakit dan jarang sekali ia datang
dengan tiba-tiba, maka ketahuilah benar-benar, bahwasanya mati itu ada kalanya
terjadi dengan tiba-tiba. Anda harus ingat bahwa sakit itu selalu datang dengan
tiba-tiba. Dan apabila anda sakit, maka Anda tidak akan mampu lagi mengerjakan
amal-amal saleh, sedangkan itu adalah bekal untuk akhirat.”
Ingatlah,
bahwasanya “memendekkan harapan” dan senantiasa mengingat akan mati adalah
perkara yang amat disukai dan selalu dianjurkan. Adapun “memanjangkan harapan”
dan melupakan mati samasekali adalah perkara yang dibenci dan dilarang. Allah
SWT berfirman yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dilalaikan oleh
harta dan anak-anakmu dari mengingat Allah. Maka barangsiapa melakukan yang
demikian, mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah rezeki yang
Kami berikan kepadamu sebelum maut datang menjumpai seseorang dari kamu; lalu
ia berkata: ‘Tuhanku! Kalau dapat Engkau tangguhkan matiku sebentar saja,
niscaya aku akan memberi sedekah dan aku akan menjadi orang-orang yang
mengerjakan kebaikan.’ Allah tidak akan memberi tangguh kepada seseorang
apabila telah sampai ajalnya, dan Allah Maha Mengetahui segala yang kamu
kerjakan.” (Q.S Al-Munafiqun: 9-11)
“Bukankah telah tiba masanya bagi orng-orang yang beriman untuk
khusyu’ hati mereka dalam mengingat Allah dan kebenaran yang turun (kepada
mereka)?dan janganlah mereka bersikap seperti orang-orang yang diberi Al-Kitab
dahulu, kemudian berlalu masa yang panjang atas mereka, sehingga hati mereka
menjadi beku, dan kebanyakan dari mereka menjadi fasik.” (Q.S Al-Hadid: 16)
Bersabda Rasulullah SAW:
“Perbanyaklah mengingat (mati) penghancur segala kelezatan.”
Pernah Rasulullah SAW ditanya: “Adakah orang lain yang akan
dibangkitkan bersama para syuhada?” Jawab beliau: “Ya, mereka itulah yang
mengingat mati sebanyak dua puluh kali dalam sehari semalam.”
Dalam peristiwa
lain, Rasulullah pernah ditanya, siapakah orang-orang yang bestari itu? Beliau
menjawab: “Merekalah yang banyak mengingat mati dan selalu bersiap-siap
menyambutnya. Merekalah orang-orang bijak, yang meninggalkan dunia dengan penuh
kehormatan dan tiba di akhirat dengan penuh kemuliaan.” (H.R. Ibnu Majah
dan Ibnu Abi’ ddunia).
“Maut adalah masalah ‘gaib’ terdekat yang sedang ditunggu
kedatangannya.”
Apabila maut itu
merupakan masalah “gaib” yang amat dekat dan sedang kita tunggu, maka
sewajarnyalah apabila kita selalu waspada dan menyiapkan diri untuk menyambut
kedatangannya, pada setiap keadaan dan setiap saat. Sebab pada setiap keadaan
dan setiap saat, kemungkinan ia datang dan menyerbu mangsanya.
Berkata Hujjatul-Islam
Imam Ghazali rahimatullah dalam bukunya al-Bidayah: “Ketahuilah,
bahwasanya maut itu tidak menjemput Anda pada waktu atau keadaan yang tertentu,
akan tetapi maut pasti akan menjemput anda pada waktu yang tidak diketahui.
Oleh karena itu, menyediakan diri untuk maut adalah lebih utama daripada
menyediakan diri untuk dunia.”
Sambung Imam
Ghazali lagi di bagian lain dari al-Bidayah: “Jangan sekali-kali
meninggalkan tafakur tentang hampirnya ajal dan kepastian datangnya maut yang
akan memutuskan segala cita-cita, menghilangkan segala kesempatan serta
endatangkan sesal dan putus asa berkepanjangan disebabkan kita telah bersikap
acuh tak acuh terhadap hal ini.”
Sering-sering
mengingat mati dan menyadari bahwa maut sudah hampir tiba, mengandung
bermacam-macam faedah dan manfaat yang berkesan. Di antaranya berzuhud di
dunia, qanaah (merasa cukup) dengan yang ada dan selalu membiasakan diri
mengerjakan amalan-amalan saleh yang menjadi bekal manusia di akhirat, menjauhi
segala perbuatan jahat dan meninggalkan larangan Allah SWT, serta menyegerakan
diri untuk bertobat kepada-Nya atas dosa dan kesalahan yang telah terlanjur
dilakukan.
Sebaliknya,
melupakan mati serta memanjangkan angan-angan dan harapan, akan menjerumuskan
manusia dalam berbagai macam kerugian, yaitu ia akan selalu mencintai dunia,
berpayah-payah dalam mengumpulkan segala bagiannya, bersenang-senang dengan
syahwat dan kenikmatannya, bermegah-megah dengan perhiasannya di samping selalu
menangguhkan diri untuk bertobat dari segala dosa dan kesalahan dan malas untuk
mengerjakan amalan-amalan yang saleh.
Berkata pada salaf
saleh rahimahumallah: “Makin panjang angan-angan seseorang, makin
rusaklah amalan-amalannya.”
Rasulullah SAW
bersabda: “Orang-orang pertama dari umat ini akan selamat dengan zuhud dan
kuatnya keyakinan. Adapun yang terakhir dari mereka akan binasa dengan
berlebihan cintanya pada dunia dan panjangnya angan-angan dalam hidupnya.” (H.R
Ibnu Abi’ ddunia)
Berkata Sayyidina
Ali (semoga dimuliakan Allah wajahnya): “Yang paling kutakutkan terjadi padamu
ialah perbuatan menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun menuruti
hawa nafsu, maka ia akan menghalangimu daripada kebenaran, sedangkan panjang
angan-angan akan melupakanmu dari akhirat.”
Segala angan-angan
dan harapa yang akan melupakan manusia dari akhiratnya tentu tidak berguna
samasekali. Itulah angan-angan yang Rasulullah SAW sering memohon perlindungan
Allah daripadanya, seperti dalam doa beliau:
“Aku memohon
perlindungan-Mu dari segala angan-angan yang melalaikanku daripada-Mu.”
Doa beliau lagi:
”Aku berlindung
kepada-Mu dari (kesenangan) dunia yang akan menghalangi kebaikan akhirat, hidup
yang akan menghalangi kebaikan mati dan angan-angan yang akan menghalangi
kebaikan amalan.” (H.R Ibnu Abi’ddunia)
Apabila hati
seorang manusia telah terpaut oleh perasaan ingin hidup berlama-lama di dunia
ini, niscaya segala perhatian dan sikapnya akan tertumpu pada usaha dan kerja
untuk mengumpulkan harta benda dunia, sehingga semua itu kelak akan melalaikan
dan melupakannya dari bekal untuk ke akhirat. Manakala ia sedang dalam
kesenangan itu, tiba-tiba maut datang merenggutnya, maka jadilah ia sebagai
seorang muflis (bangkrut) ketika menamui Tuhannya kelak. Ia akan merasa
sedih dan menyesal karena tidak punya amalan-amalan saleh, namun kesedihan dan
penyesalannya tidak berguna lagi. Lalu ia akan menyeru dan memohon kepada
Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur’an:
“…’Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu berbuat baik untuk
kehidupan ini’.” (Q.S
Al-Fajr: 24)
“…Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, supaya aku mengerjakan
perbuatan baik dalam apa yang telah kutinggalkan.” (Q.S Al-Mu’minun: 99-100)
Khotbah Rasulullah saw Agar
Mengingat Mati
Rasulullah saw. berkhotbah, setelah membaca hamdalah,
beliau bersabda, “Wahai manusia, perbanyaklah mengingat si pelumat kenikmatan.
Jika kalian mengingatnya pada saat sulit, ia akan melapangkan urusan sulit
kalian itu. Jika kalian mengingatnya pada saat lapang, ia membuat kalian
membenci kelapangan itu. Kematian adalah pemutus cita-cita dan perputaran hari
mendekatkan ajal. Seorang hamba keluar dan kuburannya tiba, ia melihat balasan
perbuatannya yang telah lampau dan sedikitnya kecukupan yang telah ia
tinggalkan.”
“Wahai manusia, dalam qana’ah, ada kecukupan.
Dalam penghematan, ada bekal hidup yang cukup, dan dalam kezuhudan, ada
ketenangan. Setiap amal ada balasannya, dan semua yang akan datang itu dekat.”
Dalam khotbah tersebut, Rasulullah saw. menyampaikan topiknya
kepada seluruh kaum muslimin. Beliau menyuruh mereka agar memperbanyak
mengingat si pelumat kenikmatan, yaitu kematian. Memperbanyak mengingat
kematian, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah, akan membuat manusia tidak
lengah, menjadikannya senantiasa zuhud di kehidupan dunia yang awalnya adalah
tangisan, tengahnya adalah kesusahan, dan akhirnya adalah kemusnahan.
Allah SWT berfirman:
“...Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S Al-Ankabuut: 64)
Seorang manusia, sudah semestinya selalu mengingatkan
dirinya akan hakikat ini, sehingga ia menganggap dirinya sebagai tamu di
kehidupan yang sebentar ini, juga agar ia senantiasa memiliki kesiapan matang
untuk bertemu dengan Allah, dengan cara memanfaatkan setiap saat dari kehidupannya.
Apabila ia sampai pada ajalnya dan tiba saat kepergiannya, ia bahagia dengan
perjalanan panjang menuju Allah yang ia jalani.
Dalam satu hadits dinyatakan,
“Barangsiapa suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun
suka bertemu dengannya. Dan barangsiapa benci bertemu dengan Allah, maka Allah
pun benci bertemu dengannya.”
(Syekh Thaha Al-Afifi,2004:68)
Kisah-Kisah Kematian
Syekh ‘Ali
Thanthawi menyebutkan dalam kisah dan pengalamannya bahwa dahulu di negeri Syam
pernah ada seorang lelaki
mempunyai kendaraan bak terbuka. Seorang lelaki lain ikut naik bersamanya di
bagian bak terbukanya yang saat itu sedang membawa katil untuk mengusung mayat.
Di katil tersebut terdapat terpal untuk keperluan sewaktu-waktu. Di tengah
perjalanan hujan turun deras, maka si pengendara bak berdiri dan masuk ke dalam katil, lalu menutupi dirinya dengan terpal.
Tiba-tiba ada seseorang yang lain ingin ikut menumpang bak kendaraan tersebut
tanpa mengetahui bahwa di dalam katil itu ada seseorang. Hujan terus
berlangsung, sedang lelaki yang berada di dalam katil mengira bahwa hanya
dirinyalah yang berada di bak kendaraan. Tiba-tiba lelaki yang berada di dalam
katil mengeluarkan tangannya untuk memeriksa apakah hujan telah reda atau
belum. Ia melambai-lambaikan tangannya begitu tangannya telah ia keluarkan. Hal
ini tentu membuat lelaki yang satunya lagi sangat terkejut bercampur tkut
karena mengira bahwa mayat ini hidup kembali. Lelaki tersebut menjadi tak
sadarkan diri dan terjatuh dari bak kendaraan yang sedang melaju kencang dengan
kepala di bawah ke aspal jalan dan mati saat itu juga.
Demikian
rupanya Allah telah menetapkan ajal lelaki tersebut dengan cara demikian dan
kematiannya melalui sebab itu.
Sesungguhnya
datangnya kematian kepada seseorang tidak pernah permisi dahulu, tidak pernah
pilih kasih, tidak pernah basa-basi, dan kematian tidak punya peringatan dini
sebagai pemberitahuan kepada manusia. “Dan
tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok dan tiada pula seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati” (Q.S Luqman: 34)
Thanthawi
telah menceritakan pula dalam kisah dan pengalamannya bahwa ada sebuah bis yang
sarat dengan penumpang, sedang sopirnya menengok ke kiri dan ke kanan.
Tiba-tiba bis yang dibnawanya ia rem dan berhenti. Para penumpang bertanya
kepadanya: “mengapa anda berhenti?” sopir menjawab: “Aku berhenti karena manula
ini menyetop bis kita. Kelihatannya dia ingin naik bersama kita.” Para
pemumpang berkata: “Kami tidak melihat seorangpun.” Sopir berkata: “Lihatlah
dia!” Mereka menjawab: “Kami tidak melihat seorangpun.” Sopir berkata: “Dia
sedang datang untuk naik bersama kita.” Mereka semua dengan serentak berkata:
“Demi Allah, kami tidak seorang manusia pun.” Tiba-tiba saat itu juga sang
sopir meninggal dunia di kursi kemudinya.
Sesungguhnya
kematian telah datang menjemputnya dan ajal nya datang saat itu juga. Mengenai
manusia yang terlihat olehnya menghentikan bis yang dikemudikannya hanyalah
penyebab semata. “Maka apabila telah
datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan
tidak bisa (pula memajukannya.” (Q.S Al-A’raf: 30) (Dr. Aidh bin ‘Abdullah Al-Qarni, 2004:526)
Hari Pembalasan
Dalam kematian makhluk
hidup (terutama manusia), hari pembalasan merupakan tahapan yang terjadi
sesudah kematian. Semua pemeluk agama utama di dunia menerima akan adanya hari
pembalasan tetapi tidak tahu dimana, kapan, atau bagaimana terjadinya.
Dalam Al-Qur’an
kita menemukan bahwa ketika para pengikut Nabi Muhammad SAW bertanya
berulang-ulang tentang hari pembalasan dan kapan terjadinya, maka Nabi Muhammad
SAW mengatakan bahwa hanya Allah yang tahu.
“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah
kamu apakah hari pembaasan itu? (Yaitu) hari (ketika) sesorang tidak berdaya
sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan, segala urusan pada hari itu dalam
kekuasaan Allah.” (Q.S Al-Infithar: 17-19)
Dua ayat ini
memberikan indikasi yang jelas tentang akan terjadinya hari pembalasan, tetapi
tidak memberikan indikasi kapan hal itu akan terjadi.
Sebagaimana
masalah kematian, sedikit sekali kita mengetahui apa-apa yang diberikan oleh
Allah selain dari apa yang kita peroleh dari Al-Qur’an. Tetapi, jika kita ambil
contoh bagaimana berlangsungnya hari pembalasan dalam kehidupan kita di muka
bumi ini, maka kita bisa memahami kira-kira bagaimana hari pembalasan di
hadapan Allah kelak akan berproses.
Bagi kita yang
melakukan tindak pidana maka kita akan diproses dalam sidsng pengadilan. Patut
dicatat bahwa sebagai aturan umum proses peradilan maka apabila terdakwa tidak
dapat hadir dalam siding, siding akan ditunda, hingga pada suatu saat terdakwa
bisa hadir di pengadilan. Jarang sekali peraturan ini dilanggar. Demikian pula
halnya mereka yang minta bantuan atau perlindungan hukum. Dia akan datang
kepada seorang pengacara atau pembela untuk mendapatkan bantuan hukum selama
terjadinya proses peradilan.
Kira-kira
demikianlah halnya dengan peradilan pada hari pembalasan di hadapan Allah.
Pihak tertuduh akan menghadap Allah. Sebagai Hakim Tertinggi dan Hakim Terakhir
yang akan memutuskan perkara, apakah dengan ganjaran atau hukuman, dengan
melihat permasalahan dan proses peradilannya.
Al-Qur’an telah
memberikan penjelasan sejelas-jelasnya bahwa apakah manusia ingin dalam keadaan
lancar atau sulit, dia akan melakukan perjalanan yang sama, dan oleh karena itu
maka tidak ada satu pun mereka yang lolos dari Pembalasan Terakhir. Perbedaan
yang Nampak hanyalah bahwa mereka yang baik dan murni penuh penyerahan diri
akan melakukan perjalanan dengan senang dan lancar, sedangkan mereka yang jahat
dan ingkar akan melakukan perjalanan dengan sulit dan sengsara.
Selama kehidupan
kita di muka bumi ini kita mampu melarikan diri dari kesulitan, cobaan dan
godaan, tetapi kita tidak mampu melarikan diri dari kematian, cobaab dan godaan
yang membawa diri kita dan jiwa kita melalui kekeliruan tindakan dan kelakuan
yang tidak senonoh di muka bumi ini.
Butir lainnya yang
perlu diingat, sesuai dengan Al-Qur’an, penyesalan atau taubat yang tidak
diterima oleh Allah pada saat menjelang kematian. Manusia harus bertabat dan
menyesali serta mencari Petunjuk Allah sementara dia masih hidup dan aktif di
muka bumi, karena dalam kehidupan di muka bumi inilah manusia memiliki
kesempatan untuk mengubah jalan yang keliru ke jalan yang benar, sebaliknya
bertaubat dan menyesal menjelang kematian tidak aka nada gunanya, karena
manusia tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengubah dan memperbaiki
tindakannya yang salah dan membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah
bertaubat.
“Sesungguhnya
taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang yang mengerjakan kejahatan
lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka
itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. Dan, tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang yang mengerjakan
kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka,
(barulah) ia mengatakan, “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” Dan tidak
(pula diterima taubat) orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi
orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.S An-Nisa: 17-18).
Ada juga sebuah
doa yang ditulis oleh seorang wanita Muslim yang terkenal, bernama Rabyah, yang
diucapkan setelah selesai melaksanakan shalat wajib lima kali semalam:
“Wahai tuhanku,
setelah kematianku, masukkan aku ke dalam Neraka dan jadikan tubuhku menjadi
besar, sedemikian besar, sehingga dapat memenuhi keseluruhan ruang yang ada
sehingga tak ada lagi orang yang bisa Engkau masukkan lagi ke dalamnya.
Wahai tuhanku, jika aku shalat kepada-Mu lantaran aku takut masuk
Neraka, biarlah aku menjadi penghuni Neraka selama-lamanya, dan jika shalatku
kepada-Mu lantaran aku ingin masuk Syurga, tutuplah pintunya selamanya hingga
aku tidak bisa memasukinya; tetapi jika sholatku kepada-Mu lantaran
mengharapkan Ridha-Mu, maka janganlah tidak memberiku dengan Sinar
Kecantikan-Mu yang Abadi. (H. Ali Akbar, 1989: 272)
Qiyamah (Kiamat)
Qiyamah yaitu hari
kebangkitan orang-orang mati dari kuburan mereka masing-masing sesudah hancurnya
alam semesta seluruhnya, untuk kemudian mereka digiring kea lam mahsyar dari
alam barzakh. Roh mereka dikembalikan ke dalam tubuhnya agar kemudian mereka
mempertanggungjawabkan semua amal mereka di kala hidup yang selanjutnya mereka
ditentukan oleh Tuhan nuntuk masuk syurga atau neraka. Allah SWT berfirman:
“Kemudian kamu akan dibangkitkan pada hari kiamat”. (Q.S Al-Mukminun: 16). Dan
sebelum kiamat terjadi didahului dengan terompet kiamat yang menyebabkan
rusaknya segala benda-benda alam semesta, dan kematian segala makhluk, lalu
disusul dengan terompet kedua yang ditandai dengan keluarnya ummat manusia dan
segala makhluk dari kuburannya masing-masing. Dan masuk islam dalam istilah
kiamat yaitu bentuk kebankitan (ba’ats), berkumpulnya semua manusia dan segala
makhluk (hasyar), tempat berkumpul besar yang kemudian ditandai dengan adanya
perhitungan pahala (hisab), adanya shirat (jembatan), syafaat (permohonan
perobahan nasib kepada Tuhan), lalu adanya syurga (jannah) dan adanya neraka
(nar). (Hussein Bahreisj,1980: 165)
1.
Berita
kedatangan Kiamat
Nabi
Muhammad SAW memberikan isyarat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas RA,
beliau bersabda: “Saya diutus (oleh Allah) dan jaraknya dengan hari kiamat
itu seperti dua jari ini. Beliau mengatakannya sambil menunjukkan dua jari,
yakni jari telunjuk dan jari tengah.” (HR Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi)
Kedatangan hari
kiamat merupakan rahasia Allah SWT. Nabi Muhammad SAW hanya diberi pengetahuan
tentang tanda-tamda kedatangannya saja. Tanda-tanda akan terjadinya kiamat
besar banyak dinyatakan di dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, yang
selanjutnya menjadi kesepakatan umat. Salah satu ayat Al-Qur’an yang
menyebutkan:
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang
meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (Mereka berdoa) ‘Ya Tuhan kami,
lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman’. Bagaimanakah
mereka ddapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang
Rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan
berkata: ‘Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula
seorang yang gila. Sesungguhnya (kalau) kami akan melenyapkan siksaan itu agak
sedikit sesungguhnya kamu kamu akan kembali (ingkar). (Ingatlah) hari (ketika)
kami menghantam mereka dengan hantaman
yang keras. Sesungguhnya kami adalah pemberi balasan.” (Q.S Ad-Dukhan: 10-16)
2.
Kabut
Menyelimuti Bumi
Sebelum
terjadinya kiamat, muncul kabut yang memenuhi Bumi, seperti asap di dalam
sebuah rumah yang di dalamnya dinyalakan
kayu bakar. Orang-orang mukmin yang mengiisap kabut itu akan terjangkit
penyakit influenza. Sementara orang-orang kafir dan munafik akan menggelepar
kepanasan. Fenomena kabut akan berlangsung selama 40 hari, sebagai peringatan
untuk orang-orang kafir, dan merupakan permulaan azab serta bencana bagi
mereka. Sesuai dengan firman Allah SWT:
“Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata...” (Q.S Ad-Dukhan: 10)
3.
Munculnya
Dajjal
Rasulullah
SAW pernah bersabda: “Semenjak Adam diciptakan sampai datangnya hari kiamat
tidak ada cobaan yang lebih beesar daripada Dajjal.” (HR Imam Ahmad)
Dajjal
merupakan fitnah dan ujian yang paling besar terhadap keimanan seseorang di
akhir zaman. Rasulullah SAW menyuruh kita meminta perlindungan kepada Allah
dari fitnah Dajjal pada tiap-tiap akhir shalat.
Sabda
Rasulullah SAW: “Apabila salah seorang dari kamu sudah selesai membaca
tasyahud dalam shalatnya hendaklah ia berlindung kepada Allah dari empat
perkara, yaitu dengan mengucapkan, ‘Ya Allah, sesungguhnya akuberlindung
kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, azab kubur, fitnah hidup dan mati, dari
fitnah Dajjal.” (HR Muslim, sanad dari Abu Hurairah).
4.
Matahari
Terbit dari Barat ke Timur
Rasulullah
SAW bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga matahari terbit dari
tempat terbenamnya. Apabila matahari telah terbit dari Barat, semua manusia
yang menyaksikannya akan beriman. Itulah waktu dimana iman seseorang tidak lagi
berguna apabila belum pernah beriman sebelum itu.” (HR Bukhari dan Muslim,
Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Terbit sehari saja. Peristiwa
terbitnya matahari dari arah barat hanya terjadi selama sehari saja, untuk
menandai telah tertutupnya pintu tobat. Setelah itu, matahari akan kembali
bergerak seperti sediakala, terbit dari timur, sampai kiamat tiba.
5.
Turunnya
Isa bin Maryam AS
Kaum
muslim meyakini bahwa Nabi Isa AS tidak terbunuh tidak pula disalib, akan
tetapi diangkat oleh Allah SWT ke langit. Hal itu didasarkan pada keterangan
yang jelas di dalam Al-Qur’an. Umat islam meyakini bahwa Isa bin Maryam akan
kembali lagi ke dunia pada akhir zaman untuk membunuh Dajjal. Nabi Isa AS tidak
akan membawa syariat baru. Beliau akan mengikuti syariat Rasulullah Muhammad
SAW. Allah SWT Berfirman:
“Dan
karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra
Maryam, Rasulullah, padahal mereka tidak membunuhnya tidak (pula) menyalibnya,
tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa
benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka.
Mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa” (Q.S
An-Nisa’: 157)
Kapankah
Isa AS akan turun? Setelah kemunculan Imam Mahdi dan keluarnya Dajjal, maka
turunlah Isa al-Masih ke bumi untuk membunuh Dajjal sambil berkata kepadanya,
“Sesungguhnya aku berhak menghajarmu dengan sebuah pukulan”
6.
Munculnya
Imam Mahdi
Kemunculan
Imam Mahdi bukanlah karena kemauannya, melainkan karena takdir Allah SWT. Imam
Mahdi sendiri tidak menyadari bahwa dirinya adalah Imam Mahdi, kecuali setelah
Allah SWT mengislahkannya pada suatu malam.
Imam
Mahdi akan membawa kaum muslim memerangi kezaliman. Satu demi satu kezaliman
akan tumbang di bawah kekuasaannya. Kemenangan demi kemenangan yang diraih Imam
Mahdi dan pasukannya akan membuat murka raja kezaliman (Dajjal), dan membuatnya
keluar dari persembunyian. Dajjal
berusaha membunuh Imam Mahdi dan pengikutnya.
7.
Hancurnya
Ka’bah
Menjelang
kiamat dan kehncuran dunia pada akhir zaman nanti, ka’bah akan dihancurkan oleh
seseorang yang dijuluki Dzuas-Suwaiqatain. Julukan tersebut diambil dari
betis orang tersebut yang ukurannya kecil. Banyak hadits memberikan keterangan
akan hal itu.
Imam
Muslim meriwayatkan hadits dari sanad Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda: ”Ka’bah
akan dirobohkan oleh seorang penduduk Habasyah (kini, Ethiopia-pen) berbetis
kecil.
Dalam
hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sanad Ibnu ‘Abbas,
bahwa Nabi SAW bersabda: “Seolah-olah diriku melihatnya berkulit hitam,
kedua kakinya saling berjauhan, dia mencongkel Ka’bah, bata demi bata.”
(S. Royani Marhan, 2012: 60)
Dunia dan akhirat
adalah dua fase kehidupan yang terjadi secara berurutan. Keduanya mempunyai
keterkaitan yang proporsional, seimbang, bukan terpisah-pisah. Sehingga
keduanya harus diperlakukan secara berimbang.
Dunia ini adalah
tempat dan ladang untuk menanam, sedang akhirat adalah tempat untuk menuai
hasil jerih payah yang telah diusahakan di dunia. Yang baik akan mendapat
ganjaran syurga, sementara yang buruk akan mendapat siksa neraka di akhirat.
Sudahkah kita mempersiapkan segala sesuatunya dengan sungguh-sungguh?
Daftar Pustaka
- Hidayat, Komaruddin. Psikologi
Kematian. Bandung: Mizan Media Utama, 2006.
- Akbar, H. Ali. Tuhan dan Manusia. Jakarta:
Pustakarya Grafikatama, 1989.
- Haddad, Allamah Sayyid Abdullah. Renungan
Tentang Umur Manusia. Bandung: Mizan, 1998.
- Yahya, Harun. Mengenal Allah Lewat
Akal. Jakarta: Robbani Press, 2004.
- Munir, M. Metode Dakwah. Jakarta:
Kencana (Predana Media Group), 2009.
- Asy-Syayi’, Khalid bin Abdirrahman.
Sulthan bin Fahd Ar Rasyid. Ketika Ajal Mnejemput. Bandung: Akmal Press,
2008.
- Marhan, S. Royani. Kiamat dan
Akhirat. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012.
- Al-Qarni, Dr. Aidh bin Abdullah. Laa
Tahzan (Jangan Bersedih). Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004.
- Al-Afifi, Syekh Thaha. Khotbah-Khotbah
Rasulullah. Jakarta: Gema Insani, 2004.
- Bahreisj, Hussein. 450 Masalah Agama
Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1980.
Komentar
Posting Komentar